Faktanews24.com – Kenaikan PPN menjadi 12% yang akan berlaku pada 1 Januari 2025 telah memicu polemik di tengah masyarakat. UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengamanatkan kenaikan ini diklaim sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun, kebijakan ini menuai kritik tajam, khususnya dari kalangan masyarakat kelas menengah.
Para pengkritik menilai bahwa kenaikan PPN 12% akan berdampak langsung pada kenaikan harga barang-barang produksi, yang pada akhirnya akan membebani masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Walaupun barang pokok tidak dikenakan PPN 12%, komoditas lainnya yang terdampak akan berimbas pada kenaikan harga barang pokok, sehingga membebani masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.
Kekhawatiran utama tertuju pada usaha-usaha kecil (UMKM) milik rakyat yang memiliki modal tipis. Mereka rentan mengalami kolaps akibat kenaikan biaya produksi dan persaingan yang semakin ketat. Kenaikan PPN 12% dikhawatirkan akan menjadi pukulan telak bagi UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
Dampak PPN 12% ini semakin menambah beban rakyat kelas menengah yang kian tahun berpotensi besar untuk merosot menjadi kelas miskin. Di tengah tingginya tingkat ketimpangan ekonomi akibat minimnya lapangan pekerjaan, diskriminasi usia pekerja, kemiskinan struktural, dan masalah lainnya, PPN 12% dianggap sebagai kebijakan yang tidak adil.
Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk “mencekik” rakyat kelas menengah yang selama ini menjadi penopang ekonomi Indonesia. Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan aspek-aspek mikro dalam mencari solusi, seperti perubahan regulasi yang menghapus diskriminasi usia pekerja, meningkatkan disiplin pajak tanpa harus menaikkan PPN 12%, serta memperbaiki sistem perpajakan yang rawan korupsi.
Peningkatan disiplin pajak dan perbaikan sistem perpajakan merupakan solusi yang lebih efektif dan berpihak pada rakyat. Melalui reformasi pajak yang lebih berkelanjutan, pemerintah dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengumpulan pajak tanpa harus membebani rakyat kelas menengah dengan kenaikan PPN.
PPN 12% bukanlah solusi mutlak dan urgent dalam mencapai target pendapatan negara. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang kebijakan ini dan mencari solusi alternatif yang lebih adil dan berkelanjutan, yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat.***
Penulis : Jefri Asmoro Diyatno