Jambi** – Walhi Jambi menilai bahwa penanganan masalah agraria yang disampaikan oleh Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono, tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Hal ini muncul setelah pernyataan menteri mengenai keberhasilan pengungkapan tiga kasus mafia tanah di Provinsi Jambi baru-baru ini.
Pada Selasa, 25 Juni 2024, Menteri ATR/BPN mengumumkan keberhasilan pengungkapan tiga kasus kejahatan pertanahan di Jambi yang melibatkan mafia tanah. Pemerintah dan satgas anti-mafia tanah mengklaim telah menyelamatkan potensi kerugian negara dan masyarakat senilai 1,19 triliun rupiah dari objek tanah seluas 580.790 meter persegi.
Namun, Direktur Walhi Jambi, Abdullah, dalam rilis persnya menyatakan bahwa narasi yang dikeluarkan oleh Menteri ATR/BPN ini sangat bias. Menurut Abdullah, tidak ada kejelasan mengenai kasus mana saja yang menjadi prioritas pemerintah dan satgas anti-mafia tanah, baik berdasarkan lokasi maupun tipologi konflik.
Provinsi Jambi sendiri merupakan salah satu provinsi dengan konflik agraria tertinggi di Indonesia, terutama di kawasan industri. Walhi Jambi menilai bahwa Menteri ATR/BPN tidak serius dalam menyelesaikan kasus mafia tanah di Jambi. Abdullah menyebutkan bahwa dalam kurun waktu dua tahun terakhir, Walhi Jambi telah dua kali memasukkan laporan kasus mafia tanah ke Kementerian ATR/BPN, yaitu pada tahun 2022 dan 2023. Laporan tersebut terkait perampasan tanah di Desa Mekar Sari dan Tebing Tinggi, Kabupaten Batanghari, dengan luas total 142,85 hektare atau 1.820.850 meter persegi.
Walhi Jambi juga mengungkapkan bahwa mereka telah berdiskusi langsung dengan Wakil Menteri ATR/BPN, Raja Juli Antoni. Namun, hingga saat ini, belum ada tindak lanjut yang jelas atas laporan tersebut. Abdullah menyebut bahwa luas lahan yang dilaporkan oleh Walhi Jambi dua kali lipat lebih besar dari kasus yang baru-baru ini diklaim oleh Menteri ATR/BPN, namun belum ada penyelesaian hingga hari ini.
“Luasan tersebut tentunya 2 kali lipat lebih besar dari kasus yang diklaim dan diselamatkan oleh Menteri ATR/BPN, dan kasus ini masih berlangsung hingga hari ini,” ujar Abdullah.
Abdullah menegaskan bahwa Menteri ATR/BPN tidak memiliki prioritas yang jelas dalam memberantas mafia tanah. Dengan laporan Walhi Jambi yang telah masuk dua kali, hingga saat ini tidak ada tindak lanjut serius dari pemerintah.
Agus Harimurti Yudhoyono dinilai harus memprioritaskan penyelesaian kasus mafia tanah dengan asas keberpihakan kepada kepentingan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan seremonial semata.
“Ketika Menteri ATR/BPN sampaikan gebuk mafia tanah, Walhi Jambi juga bertanya mafia mana yang digebuk? Dan kepentingan rakyat mana yang diselamatkan? Karena berbicara agraria, bagi kami kata kuncinya adalah keselamatan rakyat,” tegas Abdullah.
Sumber:Mediapurnapolri.net