Pengesahan UU TNI Menuai Kontroversi, Ratusan Mahasiswa Gresik Gelar Aksi

Faktanews24.com – Gresik, Pada Kamis, 20 Maret 2025, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 Tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

Pengesahan tersebut rupanya menuai atensi kemarahan dari berbagai elemen lapisan masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa, pegiat hukum dan koalisi masyarakat sipil hingga berujung pada adanya gelar aksi demonstrasi sebagai bentuk penolakan atas pengesahan UU tersebut.

Berbagai penjuru tanah air mulai menggelar aksi penolakan pengesahan UU TNI, Kabupaten Gresik merupakan salah satunya. Pada Senin, 24 Maret 2025, ratusan demonstran yang tergabung dalam aliansi mahasiswa Gresik mulai melancarkan aksi manuver gruduk kantor DPRD Gresik sebagai bentuk atensi penolakan atas pengesahan UU tersebut.

Moch. Faiz Murtadho, selaku koordinator umum aksi menuturkan bahwa gelar aksi tersebut sebagai bentuk penolakan atas pengesahan UU TNI. Menurutnya, pengesahan UU TNI telah melanggar pedoman penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Selain itu, pengesahan UU TNI juga dianggapnya telah bertentangan dengan Komite Hak Sipil dan Politik (ICCPR) perihal partisipasi publik, Universal Periodic Review (UPR) perihal larangan melibatkan TNI dalam proyek atau bisnis, serta Statuta Roma dan Convention Against Torture (CAT) perihal kebebasan hak berpendapat.

“Dengan disahkannya UU TNI oleh DPR RI yang dalam prosesnya tidak sejalan dengan prosedur UU P3, sejatinya telah merampas hak partisipasi publik untuk dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan,” ujar Achmad Ulil Abshor selaku koordinator lapangan Badan Eksekutif Mahasiswa Gresik (BEM). “Pengesahan UU tersebut justru berpotensi mengancam eksistensi demokrasi, lantaran pada dasarnya TNI didesain sebagai organ pertahanan Negara, yang kami takutkan ialah TNI dialihfungsikan sebagai alat persekusi oleh oknum penguasa,” imbuhnya.

Sejalan dengan ini M. Nurul Bahri, selaku koordinator lapangan Organisasi Daerah (Organda) dan Organisasi Mahasiswa Eksternal (Ormek) Gresik menyoroti soal transparansi proses pengesahan UU TNI, terutama perihal naskah draft RUU TNI pasca direvisi yang tak kunjung disosialisasikan oleh DPR RI.

“Kami sangat menyesalkan tindakan DPR RI yang tak kunjung mempublikasikan naskah draft RUU TNI hingga detik ini, padahal naskah tersebut sangat penting bagi kami untuk dikaji secara komprehensif,” tegasnya.

Di samping itu Rizky Ahadyan Ardyansyah S.H., M.H, selaku pegiat hukum berpandangan bahwa TNI sebagai state auxiliary organ non-independen tidak seharusnya menempati banyak posisi jabatan sipil, lantaran hal ini justru dapat memicu adanya praktik abuse of power (penyalahgunaan kewenangan).

“Penempatan TNI diberbagai posisi jabatan sipil yang tanpa disertai dengan adanya batasan dan proses supremasi hukum yang jelas, justru berpotensi memicu adanya abuse of power, meningat TNI sebagai state auxiliary organ non-independen dapat dipengaruhi oleh kebijakan politik (political policy), sehingga hal ini rentan adanya intervensi kepentingan. Selain itu, mekanisme supremasi hukum terhadap oknum TNI yang terjerat kasus korupsi di jabatan sipil hingga detik ini penyelesaiannya masih tunduk pada Pengadilan Militer, sehingga UU TNI perlu dievaluasi kembali terutama menyangkut esensi merumuskan materi muatan pasal yang mengatur sanksi tegas dan supremasi hukum yang jelas terhadap oknum TNI yang terjerat kasus korupsi pada jabatan sipil nantinya, hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk langkah preventif,” tandasnya.

Menindaklanjuti aksi gelar demonstrasi aliansi mahasiswa Gresik, Ketua DPRD Gresik yakni Syahrul Munir menyambut hangat aspirasi dari kalangan para demonstran, pihaknya juga mengapresiasi aksi tersebut yang berlangsung kondusif tanpa disertai adanya tindakan anarkis. Tidak hanya itu, pihaknya juga dengan senang hati merealisasikan aspirasi dan tuntutan para demonstran serta meneruskannya kepada pihak DPR RI. Salah satu persoalan krusial yang menjadi tuntutan para demonstran yaitu, meminta adanya pertanggungjawaban kepada semua pihak yang terlibat dalam pengesahan UU TNI perihal transparansi keterbukaan secara umum dalam proses legislasi, terutama menyangkut proses pengesahan atas UU tersebut.

Menanggapi hal ini M. Dafa Abie Almadhani selaku negosiator aksi, menegaskan bahwa aksi demonstrasi tersebut merupakan bentuk komitmen aliansi mahasiswa Gresik dalam mengawal keberlangsungan demokrasi. Kedepannya, aliansi mahasiswa Gresik tidak hanya berfokus pada isu-isu nasional melainkan juga akan turut menyorot isu lokal sebagai bentuk pengawalan terhadap kinerja tata kelola Pemerintahan Kabupaten Gresik.

“Meskipun aksi penolakan UU TNI di Kabupaten Gresik berjalan kondusif, tetapi tetap sangat disayangkan di berbagai daerah lain justru masih ada oknum aparat terutama kepolisian yang melakukan tindakan represif kepada para demonstran, hal ini tentunya menjadi catatan buruk dari tahun ke tahun yang mestinya perlu dievaluasi dan dibenahi oleh Kapolri,” imbuh M. Hafid Thoyibi, selaku negosiator aksi.***

Penulis : Jefri Asmoro Diyatno

Jefri Asmoro Diyatno

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *