Oknum Polisi Diduga Permainkan Pelapor, Sudah Divonis Melanggar Kode Etik, Namun Terkesan ingin Menyepelekan

FaktaNews24.com, Semarang ][ 14 Februari 2025 – Kasus dugaan ketidakprofesionalan penyidik dalam penanganan perkara di Polsek Gajahmungkur, Semarang, memasuki babak baru. Terungkap upaya mempermainkan kebijakan yang diberikan oleh pelapor saat diminta oleh terlapor, Ari Subekti, kepada pelapor, Teguh Ariyanto, untuk mencabut laporan yang telah dibuatnya. Informasi ini didapat dari Narasumber dari salahsatu team awak media, yang mengawal pemberitaan kasus ini.

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) bernomor B/3870/XIWAS.2.4./2024/Sipropam tertanggal 13 November 2024, Teguh Ariyanto melaporkan dugaan ketidakprofesionalan penyidik Aipda Ahmad Husaini, S.E. dan Aiptu Ari Subekti. SP3D tersebut merujuk pada sejumlah peraturan kepolisian, termasuk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dan dinyatakan bahwa kedua oknum polisi Aiptu Ari Subekti dan Aipda Ahmad Husaini S.E., dinyatakan cukup bukti melakukan pelanggaran Disiplin.

Setelah laporan dibuat, Aiptu Ari Subekti, salah satu terlapor, mendatangi Teguh Ariyanto di tempat kerjanya. Ari Subekti meminta Teguh Ariyanto untuk mencabut laporannya dan menawarkan sejumlah uang sebagai ganti rugi atas kerugian yang dialami Teguh Ariyanto selama proses pelaporan di Polsek Gajahmungkur. Saat pelapor menyebutkan bahwa Ari Subekti dan Ahmad Husaini hanya tinggal mengganti kerugian apabila meminta untuk kekeluargaan. Teguh Ariyanto awalnya mempertimbangkan tawaran tersebut.

Namun, proses pembayaran yang diusulkan Ari subekti melalui perantara nya yang berprofesi sebagai wartawan kepada M. Bakara sebagai pendamping Teguh Ariyanto, menimbulkan kecurigaan. Ari subekti meminta pembayaran dilakukan tiga kali. Sikap Ari subekti ini membuat Teguh Ariyanto kecewa dan merasa dipermainkan. Ia menilai Ari subekti memanfaatkan kebaikannya.

Pada hari Rabu, 12 Februari 2025, pukul 07.00 WIB, anggota Propam menghubungi Teguh Ariyanto untuk memberikan keterangan di Polres. Meskipun jadwal penyidikan seharusnya pada 18 Februari 2025, prosesnya dipercepat. Surat panggilan tetap diberikan kepada Teguh Ariyanto, namun ia tidak perlu hadir pada tanggal 18 Februari 2025.

M. Bakara telah mengklarifikasi hal ini kepada Kanit Propam, Iptu Azam, terkait surat panggilan yang dianggap ilegal. Kanit Propam memberikan penjelasan terkait hal tersebut.

Panggilan kepada pelapor oleh Propam/Paminal Polrestabes Semarang dinilai oleh pendamping Teguh Ariyanto tidak melalui prosedur profesional kinerja kepolisian tanpa menggunakan surat resmi yang menggunakan kop surat kepolisian, ada apa?

Saat diklarifikasi melalui sambungan chatting WhatsApp dan telpon WhatsApp pada 15 Februari 2025, Kanit Provost Polrestabes Semarang menyampaikan ” Terkait dengan surat panggilan kami resmi dan sudah diketahui oleh Pimpinan, akan tetapi secara teknis kami memanggil pelapor menggunakan sambungan telepon untuk menghadap ke kami meskipun surat panggilannya 18 Februari, kami ingin memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat, dan untuk mempercepat proses yang telah dilimpahkan kepada kami yang nantinya apabila setelah proses pemeriksaan kembali kepada kedua belah pihak dilanjutkan dengan proses sidang etik/disiplin, namun apabila ada ditemukan unsur pidana umum, maka silahkan pelapor untuk melaporkan ke Satreskrim yang mana nanti akan diproses secara umum”.

” Kami selaku Provost ingin memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat/pelapor sebagai mitra kami, dan kami tetap akan tegak lurus serta tidak akan ada keberpihakan, dan bekerja secara profesional “,tukas Kanit Provost.

Pertanyaan yang timbul akankah Kapolsek dan Kanit Reskrim pada saat itu akan juga dipanggil sebagai saksi? jika bicara hierarki tidak mungkin kedua terlapor bertugas tanpa sepengetahuan dari Kapolsek atau Kanit Reskrim nya

Kepada awak media, Teguh Ariyanto meminta agar kedua oknum polisi yang dinyatakan cukup bukti melakukan pelanggaran disiplin tersebut divonis dengan maksimal PTDH dikarenakan selaku pelapor merasa dipermainkan meskipun sudah membuka diri untuk menerima permohonan maaf dari kedua oknum polisi yang menjadi terlapor tersebut.

Team liputan akan terus mengawal perkembangan kasus ini dan memastikan keadilan ditegakkan.

(Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *