Riau  

Anak Anggota DPRD Riau Membacok Dibebaskan, Petani Muara Enim Membacok Dipenjarakan

FaktaNews24.com, Pekanbaru ][ Kilas balik tahun 2024 tentang Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia masih Isapan jempol belaka. Kasus Dolly Handika (dikutip dari media RIAUONLINE-Jum’at 2/Februari/2024) Seorang anak anggota DPRD Riau bernama Kasir ST kader PKB dibebaskan dari tahanan setelah terbukti membacok Yogi seorang honorer Bappeda Kota Pekanbaru.

Setelah bebas Dolly Handika yang menikmati sistem hukum Law By Order, money in justice mengirim pesan kepada kuasa hukum Yogi yang bernama Donny Warianto, dalam pesan tersebut tertulis :

“Aku tidak pernah takut sama kau (Donny Warianto_red) aku menunduk minta maaf bukan berarti aku takut. Jangan pernah kau buat malu orang tuaku. Aku tidak takut masuk penjara, kau ingat itu baik-baik.” tegas Dolly Handika penikmat hukum bisa dibeli.

Akibat kebobrokan hukum yang berpihak pada kekuasaan uang menimbulkan dampak negatif, yaitu keresahan dan konflik sosial dimasyarakat.”Aku tidak takut masuk penjara asal kau tau, awas kau ya, kau tunggu,” Ancam Dolly Handika yang bebas dari pertanggungjawaban pidananya dinegara hukum Republik Indonesia terjadi di Polresta Pekanbaru provinsi Riau,Kamis, 1 Februari 2024.

Berbeda dari Kasus Penganiayaan yang dilakukan oleh seorang Petani di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan berinisial AU,yang dengan tegas aparat penegak hukum menetapkan petani tersebut sebagai tersangka dan ditahan dengan ancaman tindak pidana penganiayaan berat pasal 351 ayat 1 dan ayat 2 KUHPidana. Hingga sukses Aparatur Penegak Hukum mengemban amanah penegakan supremasi hukum tertinggi dihadapan Hukum negara Republik Indonesia.

Andar Situmorang SH.MH menjabarkan. “Sesuai Surat Edaran Kapolri nomor :8/2018, ada syarat materiil dan syarat formil dalam penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan restorative justice. Dari kasus anak DPRD itu sudah terbukti tidak memenuhi unsur dari syarat materiil, itu kan sudah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan akan menciptakan konflik sosial.” Diawali Andar Situmorang.

“Menurut yurisprudensi jelas menjabarkan defenisi penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan, menyebabkan rasa sakit, dan/atau menyebabkan luka,menurut Pasal 78 ayat (1) ke-3 KUHP, kasus penganiayaan kedaluarsanya 12 tahun, jika terjadinya diawal tahun 2024, kasus ini harus diminta kepolisian Daerah Riau untuk melanjutkan dan memperoses sidik dan lidiknya.” Jelas Andar Situmorang.

“Bisa saja, sebab daluwarsa (kedaluwarsa) masa penuntutan merupakan salah satu perwujudan dari prinsip due process of law. Untuk memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum sebagai salah satu karakteristik dari sebuah negara hukum yang konstitusional”. Jawab Andar Situmorang yang ditanya apakah masih bisa ditahan dan ditangkap anak anggota DPRD tersebut. “wujud implementasi riil dan sejalan dengan amanat konstitusi Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang mewajibkan negara untuk memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum kepada warga negaranya tanpa terkecuali, yaitu tersangka/terdakwa, korban tindak pidana dan masyarakat sebagai representasi dari kepentingan umum.” Ungkap Andar Situmorang.

Kasus penganiayaan masuk dalam “Delik Biasa”, perkara Dolly ini masih dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban Yogi telah mencabut laporannya di kepolisian, Penyidik Polri harus tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.” Jelas Andar Situmorang SH.MH buat menyarankan untuk meminta Kapolda Riau menurunkan atensinya buat memerintahkan jajaran Polresta Pekanbaru agar menjalankan kembali proses hukum terhadap kasus Dolly Handika sebagai wujud POLRI PRESISI yang tidak bisa di beli hukum tersebut.” Tutup Andar Situmorang.

(Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *