FaktaNews24-AcehTamiang-Pj. Bupati Aceh Tamiang Drs. Asra memberikan jawaban terkait pertanyaan, kritik dan saran yang disampaikan oleh Fraksi-fraksi yang ada di DPRK Aceh Tamiang.
Jawaban dari Pj Bupati Aceh Tamiang Asra disampaikan dalam sambutannya pada Rapat Peripurna ke 3 tentang penyampaian jawaban/penjelasan Bupati Aceh Tamiang (eksekutif) atas Pandangan umum anggota dewan (Fraksi-fraksi) terhadap Rancangan Qanun (Raqan) Kabupaten Aceh Tamiang tentang Pertanggungjawaban pelaksanaan APBK Aceh Tamiang tahun Anggaran 2023 yang berlangsung di Ruang Sidang Utama DPRK setempat, Selasa (4/6/2024) sore.
Sidang Paripurna tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Fadlon, SH bersama Wakil Ketua DPRK setempat, Muhammad Nur dan rapat paripurna tersebut juga dihadiri sejumlah anggota DPRK setempat, Pj Bupati Aceh Tamiang Drs Asra, unsur Forkompimda, utusan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau SKPK di lingkungan Pemkab Aceh Tamiang dan undangan lainnya.
Pj Bupati Aceh Tamiang Drs. Asra pada rapat paripurna tersebut menjelaskan, menanggapi pandangan umum Fraksi Partai Gerindra pada poin 1 tentang kondisi persediaan obat-obatan pada Dinas Kesehatan Aceh Tamiang yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI dapat dijelaskan bahwa, ketersediaan obat di Dinas Kesehatan Aceh Tamiang berdasarkan pengadaan dari anggaran yang tersedia di DPA dan bantuan hibah dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, baik buffer stock dari provinsi maupun pemberian obat dari pengadaan obat yang berasal dari program Kementerian Kesehatan yaitu obat TBC, Filliaris, Jiwa dan lain-lain.
Asra menjelaskan, mekanisme pengadaan obat pada anggaran yang tersedia dalam DIPA sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam PEPRES yaitu secara E-Purchasing/E-Catalog, tahapannya masing-masing Puskesmas membuat Rencana Kebutuhan Obat (RKO)/BMHP berdasarkan metode konsumsi (pemakaian obat tahun sebelumnya),l alu dibuat usulan ke farmasi kabupaten.
Kemudian, lanjut Asra, berdasarkan data usulan dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) masing-masing Puskesmas dibuat rekapitulasi usulan RKO dan Rencana Kebutuhan BMHP, berdasarkan usulan tersebut dilakukan proses pengadaan secara E-Catalog.
Permintaan
Menurut Asra, kendala dalam pengadaan hingga tidak terealisasi 100% karena dalam E-Catalog ada jenis item obat yang penyedianya hanya satu perusahaan dan harus mensuplai seluruh permintaan dari Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia pada saat pembelian melalui E-Catalog disetujui dan ditunjuk distributor untuk terikat kontrak dan membuat surat pemesanan.
Namun, ungkap Pj. Bupati Aceh Tamiang, setelah waktu kontrak berjalan dan hampir berakhir masa kontrak dan masa tahun anggaran, distributor menginformasikan penyedia (pabrikan) tidak menyanggupi ketersediaan barang 100% karena ketidaktersediaan bahan baku hingga mengakibatkan usulan kebutuhan yang sudah direncanakan terganggu.
Selanjutnya, imbuh Asra, apabila obat-obat yang dibeli mengalami kekurangan biasanya kita akan meminta bantuan Buffer Stock dari Dinas Kesehatan Provinsi atau Puskesmas juga dalam membeli kekurangan item obat yang kosong sesuai kebutuhan dari dana JKN yang tersedia pada masing-masing Puskesmas.
“Hal tersebut bisa dilakukan untuk menutupi kekosongan atau kekurangan obat sebelum pembelian obat pada tahun anggaran berikutnya,” tegas Asra.
Menurutnya, jika terdapat kelebihan obat-obatan atau BMHP yang tersedia di instalasi farmasi, maka dilakukan stock opname (perhitungan) untuk item obat tersebut dan dilihat rata-rata pemakaian/kebutuhan per bulan.
“Apabila mencukupi untuk pemakaian tahun berikutnya, maka tidak perlu dilakukan pembelian untuk item obat/BMHP tersebut untuk pada tahun berikutnya,” tegasnya.
Kemudian, jelasnya lagi, terkait ketidaktertiban dalam penatausahaan dan pencatatan ketersediaan obat terhadap 3 Puskesmas adalah karena tidak adanya monitoring dan evaluasi serta pembinaan SDM petugas instalasi Puskesmas dari Dinas Kesehatan,hal ini dikarenakan pada tahun 2023 tidak tersedianya anggaran untuk monitoring dan evaluasi serta pelatihan petugas instalasi Puskesmas.
“Namun untuk tahun 2024 Dinas Kesehatan telah mengalokasikan anggaran untuk monitoring dan evaluasi tersebut ,dengan harapan dapat meningkatkan kapasitas pengelola instalasi farmasi di setiap Puskesmas. Untuk 13 Puskesmas yang lain sudah dipastikan kepada kepala Puskesmas agar memantau pencatatan dan penatausahaan obat agar berjalan dengan baik.
Asra menyatakan, terkait tindak lanjut LHP BPK RI, Kepala Dinas Kesehatan akan mengintruksikan petugas farmasi Dinas Kesehatan untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan obat di Puskesmas agar dapat lebih baik dan berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku daan sudah mengalokasikan anggaran pada tahun 2024 untuk melakukan kegiatan tersebut.
(SA)