Antusias Warga Meriahkan Langit Waru dan Gunung Anyar dengan warna warni layang layang.
Surabaya, 9 Agustus 2025 — Sore itu, langit Waru dan Gunung Anyar tampak berbeda. Warna oranye keemasan dari matahari yang mulai tenggelam berpadu dengan puluhan layang-layang warna-warni yang menari di udara. Di bawahnya, hamparan lapangan penuh dengan warga yang datang dari berbagai penjuru. Tawa anak-anak, teriakan kegirangan saat layang-layang berhasil terbang tinggi, serta aroma jajanan yang menguar di udara menciptakan suasana yang hangat dan penuh keceriaan.
Ribuan warga memadati lapangan untuk menikmati akhir pekan dengan cara sederhana namun membahagiakan. Ada yang membawa tikar untuk bersantai bersama keluarga, ada pula yang datang hanya dengan seutas benang dan layang-layang di tangan. Bagi sebagian orang dewasa, ini adalah kesempatan bernostalgia, mengulang masa kecil saat bermain di lapangan tanpa gawai dan layar digital.
Sejak siang menjelang sore, jalan-jalan kecil menuju lapangan mulai dipadati kendaraan. Para pedagang musiman berderet di pinggir jalan, menawarkan layang-layang berbagai bentuk: naga, burung hantu, kupu-kupu, hingga karakter kartun populer. Harganya bervariasi, mulai dari belasan ribu rupiah untuk ukuran kecil hingga puluhan ribu untuk yang besar dan rumit.
Bukan hanya layang-layang yang menjadi daya tarik. Di sekitar area, deretan penjual makanan dan minuman tampak tak pernah sepi. Aroma sate, gorengan, dan mie goreng bercampur dengan bau arang yang terbakar. Pengunjung kerap mampir untuk membeli cilok, es degan, atau minuman segar sebelum kembali bermain.
“Seru sekali. Anak-anak bisa bebas berlari dan belajar bermain layangan, orang tua pun bisa mengenang masa kecil. Apalagi jajanan di sini lengkap,” ujar Rina, seorang ibu yang datang bersama suami dan dua anaknya.
Bagi pedagang, momen ini menjadi berkah tersendiri. Si penjual layang-layang, mengaku dagangannya bisa ludes dua kali lebih cepat dibanding hari biasa. Dengan harga berfariatif mulai dengan harga Rp. 30.000, hingga Rp. 60.000, “Kalau ada keramaian seperti ini, alhamdulillah rezekinya lancar,” tuturnya sambil melayani pembeli.
Menjelang petang, suasana justru semakin indah. Langit senja menjadi kanvas raksasa bagi layang-layang yang masih bertahan di ketinggian. Beberapa keluarga mulai membereskan peralatan sambil mengabadikan foto terakhir sebelum pulang. Sementara itu, sebagian lain memilih untuk tetap duduk menikmati sisa cahaya sore, enggan melepaskan momen kebersamaan yang jarang didapat di tengah kesibukan kota.
Saat matahari benar-benar tenggelam di ufuk barat, lampu-lampu jalan mulai menyala dan perlahan lapangan kembali lengang. Namun, senyum di wajah anak-anak dan canda tawa yang terdengar sepanjang sore itu masih membekas di hati. Bagi banyak orang, ini bukan sekadar bermain layang-layang, tetapi sebuah pengingat bahwa kebahagiaan sering kali hadir dalam bentuk sederhana—di langit senja, di hembusan angin, dan di kebersamaan yang hangat.