Faktanews24.com – Pacitan, Desa Sukodono, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, kini jadi pusat perhatian publik. Bukan karena prestasi pembangunan desa, melainkan karena drama panjang proses seleksi perangkat desa yang gagal dua kali berturut-turut. Kegagalan beruntun ini menimbulkan pertanyaan besar: ada apa dengan seleksi perangkat desa di Sukodono?
Warga kini semakin curiga, sebagian bahkan menuding ada permainan di balik layar. Desakan agar proses ini diambil alih penuh oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan, khususnya Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) pun semakin nyaring terdengar.
Kegagalan pertama terjadi pada Rabu, 23 Juni 2025. Tes dilaksanakan panitia desa bekerja sama dengan pihak ketiga dari lembaga penguji. Harapannya sederhana: proses seleksi berjalan profesional, transparan, dan akuntabel. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.
Sejak awal, proses ini sudah menuai kritik. Sejumlah narasumber menyuarakan dugaan ketidakterbukaan serta inkonsistensi teknis dan prosedural. Seorang narasumber berinisial SI bahkan terang-terangan membeberkan kejanggalan serius dalam proses koreksi ujian praktik komputer.
“Koreksi jawaban memakan waktu hampir tiga jam. Padahal hasil CAT seharusnya bisa keluar otomatis. Ini menimbulkan kecurigaan,” ungkapnya saat diwawancarai wartawan pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Bukan hanya itu, SI juga menyoroti perubahan mendadak sistem penilaian tanpa pemberitahuan ulang kepada peserta.
“Awalnya dijelaskan satu sistem penilaian, tapi berubah saat pelaksanaan. Ini melanggar prinsip transparansi,” tambahnya.
Walaupun hasil seleksi diumumkan secara terbuka, banyak pihak menilai prosesnya tetap tidak akuntabel. Desakan agar tes diulang pun semakin kuat.
Sebagai respon terhadap protes masyarakat, tes ulang dijadwalkan pada Kamis, 31 Juli 2025 di Laboratorium Komputer SMK Negeri 1 Donorojo. Semua unsur Muspika hadir lengkap: Camat Donorojo, Kapolsek, Danramil, dan panitia desa.
Namun yang terjadi di luar dugaan. Dari sembilan peserta yang terdaftar, hanya satu orang yang hadir ironisnya, ia adalah pemenang di tes pertama. Kondisi ini membuat tes ulang tak bisa dilanjutkan. Proses akhirnya diakhiri dengan penandatanganan berita acara pembatalan oleh semua pihak yang hadir.
Camat Donorojo, Nasrul Hidayat, S.STP., M.Si., mengaku kecewa karena saran yang ia berikan sebelumnya tidak diindahkan oleh panitia.
“Kami dari kecamatan sudah menyarankan agar pelaksanaan tes ulang dikoordinasikan langsung dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Pacitan agar hasilnya lebih netral dan transparan. Tapi saran itu tidak diindahkan,” jelas Nasrul.
Ia juga mengingatkan pentingnya kepercayaan publik dalam setiap proses seleksi.
“Jika kepercayaan masyarakat sudah hilang, maka segala proses akan terus dipertanyakan. Ini harus menjadi pelajaran serius bagi semua pihak,” tegasnya.
Kegagalan yang terjadi dua kali ini membuat warga geram. Beberapa tokoh masyarakat menyuarakan penolakan keras jika seleksi kembali dilakukan oleh panitia yang sama.
“Kalau dua kali gagal dan tetap memakai panitia yang sama, bagaimana masyarakat bisa percaya? Kami butuh keadilan dan keterbukaan,” tegas salah seorang tokoh masyarakat setempat.
Bagi warga, kegagalan ini bukan sekadar masalah teknis, tapi juga krisis kepercayaan.
Kepala Dinas PMD Kabupaten Pacitan, Heri Setijono, S.Sos., M.Si., menegaskan perlunya ujian ulang yang sah dan sesuai ketentuan.
“Seharusnya proses seleksi dilaksanakan dalam dua tahap: pertama uji kemampuan komputer sebagai syarat untuk mengikuti ujian tulis. Peserta yang lulus baru bisa lanjut ke tahap berikutnya. Ini untuk menjamin kelayakan dan objektivitas,” paparnya.
Ia menambahkan, ketidaksesuaian prosedur menjadi alasan kuat untuk melakukan evaluasi total.
“Kami tidak menuduh adanya kecurangan, tapi dari sisi teknis dan regulasi, pelaksanaannya belum sesuai. Jika prosesnya salah sejak awal, maka hasilnya pun tidak bisa diandalkan,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada kepastian waktu pelaksanaan seleksi ulang. Warga berharap proses berikutnya tidak lagi diserahkan pada panitia lama dan benar-benar diambil alih oleh instansi yang memiliki kapasitas, integritas, dan netralitas penuh seperti Dinas PMD.
Yang jelas, publik kini menunggu apakah Pemerintah Kabupaten Pacitan berani mengambil langkah tegas untuk mengakhiri drama seleksi perangkat desa Sukodono yang sudah terlalu lama berlarut-larut.
Bagi warga, ini bukan sekadar soal siapa yang terpilih menjadi perangkat desa, tapi soal harga diri demokrasi di tingkat desa.***
Penulis : Jefri Asmoro Diyatno