Scroll untuk baca artikel
Uncategorized

Djusman AR Minta APH Selidiki Anggaran Rp 300 Juta Ranperda Soppeng yang Gagal Disahkan

2
×

Djusman AR Minta APH Selidiki Anggaran Rp 300 Juta Ranperda Soppeng yang Gagal Disahkan

Sebarkan artikel ini

 

 

Faktanews24.com|SOPPENG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Soppeng menuai sorotan tajam setelah tiga Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) penting tak kunjung disahkan, meski anggaran pembahasan mencapai sekitar Rp 300 juta telah digelontorkan.

Kondisi ini dinilai sebagai “bom waktu” yang berpotensi memicu kasus korupsi dan menghambat pembangunan serta kesejahteraan masyarakat Soppeng.

Ketiga Ranperda yang mangkrak sejak dibahas pada tahun 2021 lalu adalah Ranperda Perlindungan Pendidik, Tenaga Pendidik dan Peserta Didik, Ranperda tentang Pengelolaan Sampah, dan Ranperda tentang Air Limbah Domestik.

Padahal, Ranperda ini sangat dibutuhkan masyarakat untuk memberikan kepastian hukum dan mendukung program pembangunan.

Kegagalan pengesahan ini menimbulkan banyak pertanyaan. Dugaan sementara yang beredar di masyarakat menyebutkan perbedaan pandangan antar fraksi dan adanya kepentingan politik tertentu sebagai penyebab utama.

Akibatnya, program pembangunan yang membutuhkan payung hukum terhambat, seperti kepastian hukum bagi para guru dalam menjalankan tugasnya.

Hal ini berpotensi menimbulkan masalah hukum bagi guru di kemudian hari.

Kepercayaan publik terhadap DPRD Soppeng pun kian merosot. Kinerja legislatif yang lamban ini dianggap sebagai bentuk pengingkaran janji kepada masyarakat.

Masyarakat Soppeng berharap DPRD segera menyelesaikan masalah ini dan menunjukkan komitmennya untuk bekerja demi kepentingan rakyat.

Dikonfirmasi di ruang kerjanya, Rabu, (30/7/2025), Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Setwilda) Soppeng, Musriadi SH, membenarkan bahwa ketiga Ranperda tersebut belum disahkan hingga kini.

“Secara prosedur, tahapan dan pengusulan Ranperda ini sudah berjalan sesuai dengan mekanisme, hanya saja di tahap akhir mungkin ada sedikit miskomunikasi hingga akhirnya sampai sekarang Ranperda ini belum disahkan dan ditetapkan menjadi Perda oleh DPRD,” ungkap Musriadi.

Kegagalan ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan masalah serius terkait penggunaan anggaran yang berpotensi menjadi anggaran fiktif karena tidak adanya produk yang dihasilkan.

Menanggapi permasalahan ini, Djusman AR, Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi, menilai situasi ini sebagai sesuatu yang lucu dan mempermainkan anggaran yang bersumber dari APBD.

“Lucu juga, anggaran sudah habis tapi produknya tidak ada. Ini sama saja DPRD menyalahgunakan anggaran negara dan mengarah pada kasus anggaran fiktif,” tegas Djusman.

Ia menambahkan, “Setiap kegiatan tentu menggunakan anggaran yang menganut asas efisien dan efektif.

Jika kemudian ada kegiatan yang menggunakan anggaran yang tidak sedikit bersumber dari uang rakyat lalu kemudian hasilnya tidak ada, tentu tidak hanya menimbulkan tanda tanya besar, tapi sudah memenuhi syarat untuk ditangani Aparat Penegak Hukum (APH) dan melakukan upaya penyelidikan sebagai pertanggungjawaban penggunaan anggaran.

Sebagai informasi, ketiga Ranperda tersebut sedianya akan ditetapkan pada tanggal 30 November 2021, berdasarkan agenda Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Kabupaten Soppeng. Namun, berdasarkan rapat paripurna pada tanggal 26 Desember 2021, jadwal diubah menjadi 1 Desember 2021.

Pada agenda pokok paripurna penetapan ketiga Ranperda tersebut, sidang paripurna tidak kuorum dan setelah ditunda dua kali, tetap tidak kuorum, sehingga dinyatakan ditunda dan sampai sekarang tak kunjung disahkan. (***)

amiruddin
Author: amiruddin

Soppeng
AMBAR