Faktanews24.com – Pacitan, Dari sebuah bengkel sederhana di Dusun Tawang Kulon, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo, sebuah mimpi besar terus menyala. Rudi Febrianto, atau yang lebih dikenal dengan nama “Salekong”, bukan sekadar mekanik biasa. Ia adalah salah satu pilar utama dunia balap motor Pacitan, sosok di balik prestasi sejumlah pembalap di tingkat nasional. Namun di balik capaian gemilang itu, tersimpan kegelisahan mendalam: Pacitan masih belum memiliki sirkuit balap permanen.
Minimnya fasilitas latihan di Pacitan menjadi batu sandungan terbesar dalam mencetak bibit pembalap lokal. Para mekanik seperti Rudi bisa membangun motor berkualitas tinggi, tetapi siapa yang akan mengendarainya jika tidak ada pembalap dari daerah sendiri?
“Banyak mekanik hebat di sini. Tapi yang jadi masalah, pembalapnya nggak ada. Gimana bisa ada pembalap kalau tempat latihannya aja nggak ada?” ungkap Salekong kepada wartawan pada Selasa, 13 Mei 2025.
Keluhan ini bukan tanpa alasan. Dalam kesehariannya, dia kerap menerima motor-motor balap dari luar daerah. Ia melakukan setting mesin, uji tenaga (dyno), hingga menyempurnakan akselerasi. Tetapi, motor-motor yang telah ia racik akhirnya ditunggangi pembalap luar. Ironisnya, anak-anak muda Pacitan yang punya potensi justru berakhir di jalan raya dalam aksi balap liar yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
“Kalau nggak ada tempat resmi, ya larinya ke jalanan. Itu bahaya. Bukan cuma buat mereka, tapi juga pengguna jalan lainnya. Itu sebabnya kami sangat butuh sirkuit,” ujarnya serius.
Prestasi tim lokal Salekong Racing Community (SRC) Pacitan tak bisa dianggap remeh. Salah satu pembalapnya, Alfi Husni, berhasil mencuri perhatian dalam ajang Daytona UDRM Independent Cup Race 2025 di sirkuit NP KP3B Serang, Banten. Meski berasal dari kota kecil di pesisir selatan Jawa Timur, Alfi berhasil menyabet podium utama di dua kelas bergengsi: Bebek 2-tak 116cc dan 125cc Open.
“Total ada delapan motor yang saya tangani di ajang itu. Semuanya naik podium. Itu bukti kalau kualitas racikan kita tidak kalah,” terangnya dengan bangga.
Namun keberhasilan ini bukan datang tiba-tiba. Rudi mengaku ia dan timnya memerlukan waktu berbulan-bulan untuk menyempurnakan motor. Mulai dari pembacaan karakter mesin, penyetelan karburator, hingga pemilihan knalpot dan suspensi.
“Yang penting komunikasi antara pembalap dan mekanik jalan. Karena tiap pembalap punya gaya masing-masing. Nggak bisa disamaratakan,” katanya.
Kerja keras Salekong tak hanya mengharumkan nama Pacitan, tetapi juga membuktikan bahwa sumber daya manusia di daerah ini punya kualitas yang mumpuni. Sayangnya, potensi itu seperti terkubur tanpa dukungan fasilitas yang memadai.
Di tengah derasnya geliat dunia otomotif di berbagai daerah lain, Pacitan masih tertinggal. Kabupaten yang terkenal dengan keindahan alam dan pantainya ini belum memiliki satu pun sirkuit balap permanen.
Menurut dia, keberadaan sirkuit tidak hanya penting untuk pengembangan atlet balap. Lebih dari itu, sirkuit bisa menjadi pusat ekonomi baru bagi masyarakat.
“Kalau ada sirkuit, banyak yang diuntungkan. Mulai dari warung, bengkel, penginapan, sampai UMKM. Belum lagi kalau ada event besar, bisa mendatangkan wisatawan,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa dengan adanya sirkuit, para pemuda yang memiliki minat pada balapan bisa diarahkan secara positif. Mereka bisa dilatih secara profesional, dilibatkan dalam kompetisi resmi, dan mungkin suatu saat bisa mengharumkan nama Indonesia di ajang internasional.
“Yang kita inginkan itu bukan cuma tempat balap, tapi juga tempat belajar. Karena mencetak pembalap itu butuh proses. Harus latihan terus-menerus,” tegasnya.
SRC Reborn: Dari Bengkel Kampung Menuju Panggung Nasional
Nama “SRC Reborn” kini bukan sekadar komunitas balap lokal. Tim ini sudah mencatatkan namanya dalam berbagai ajang bergengsi.
Namun, dia mengaku belum sepenuhnya puas. Ia masih menyimpan satu mimpi: melihat ada pembalap asal Pacitan yang naik podium di arena nasional dan internasional.
“Itu impian saya. Makanya saya terus dorong pemerintah agar jangan anggap remeh dunia balap. Ini olahraga juga, dan bisa jadi kebanggaan daerah,” ujarnya penuh harap.
Sejumlah komunitas motor di Pacitan juga menyuarakan hal serupa. Mereka berharap Pemerintah Kabupaten Pacitan segera merealisasikan wacana pembangunan sirkuit yang sudah lama digaungkan, namun belum pernah terealisasi.
Kepala komunitas motor lainnya, yang enggan disebutkan namanya, menyampaikan bahwa mereka siap mendukung penuh jika ada inisiatif pembangunan sirkuit. Bahkan, ia mengusulkan adanya pelatihan rutin untuk pembalap muda jika fasilitas tersebut benar-benar terwujud.
“Kalau nanti ada sirkuit, kita siap bantu dalam pembinaan. Banyak anak muda yang mau belajar. Mereka cuma butuh tempat dan pembimbing,” katanya.
Selain itu, sirkuit juga bisa dikembangkan sebagai kawasan ekonomi terpadu. Tidak hanya untuk olahraga, tetapi juga tempat wisata, pameran otomotif, dan pusat kegiatan pemuda.
Di tengah keterbatasan, semangat tidak pernah padam. Rudi Salekong dan timnya tetap berjuang, membangun nama dari balik bengkel kecil di sudut desa. Ia tahu, perubahan besar tidak datang dalam semalam. Namun, dengan suara yang terus digaungkan dan prestasi yang terus dicapai, harapan itu semakin nyata.
“Kalau pemerintah mau mendengar, saya yakin kita bisa punya sirkuit. Kita bisa cetak juara dari Pacitan sendiri. Tinggal mau atau tidak,” tutupnya.
Kini, bola berada di tangan Pemerintah Daerah. Apakah mereka akan menyambut harapan ini atau kembali membiarkan potensi besar itu terbuang begitu saja?***
Penulis : Jefri Asmoro Diyatno