Faktanew24.com – Pacitan, Kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang tahanan perempuan berinisial PW (21) di Mapolres Pacitan kini tengah mendapat sorotan tajam. Peristiwa ini terjadi antara 4 hingga 6 April 2025 di ruang tahanan, dengan dugaan pelaku seorang anggota polisi berpangkat Aiptu LC yang saat itu menjabat sebagai pejabat sementara Kepala Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Kasat Tahti).
PW, warga Wonogiri, Jawa Tengah, ditahan atas keterlibatannya dalam kasus eksploitasi seksual anak di bawah umur. Namun, kabar yang mencuat kini mengarah pada tuduhan pelanggaran serius oleh aparat kepolisian terhadap korban yang sedang berada dalam tahanan.
Kapolres Pacitan, AKBP Ayub Diponegoro Azhar, S.H., S.I.K., M.I.K.,a mengonfirmasi adanya dugaan pelanggaran etik yang melibatkan salah satu anggotanya. Menurutnya, terdapat indikasi pengawasan tahanan yang tidak profesional. “Kami menemukan indikasi pelanggaran dalam pengawasan tahanan,” ujar AKBP Ayub saat dikonfirmasi pada Jumat, 18 April 2025.
Kapolres Pacitan, menegaskan tidak akan memberikan toleransi terhadap anggota yang melanggar hukum. Apalagi dalam kasus yang mencoreng nama baik institusi. Proses hukum akan terus dikawal ketat demi menjunjung keadilan bagi korban.
“Kami sudah melaksanakan penyelidikan dan penyidikan secara internal di mana adanya ketidak profesionalitas yang dilakukan penjaga tahanan yang mana saat ini sudah ditangani oleh Propam Polda Jatim. Berkaitan dengan pemeriksaan yang dilakukan Polda Jatim dengan sejumlah barang bukti,” kata AKBP Ayub.
“Saya berkomitmen untuk menindak tegas segala pelanggaran yang dilakukan oleh anggota di wilayah Polres Pacitan. Kalau peran dari pelaku sendiri sebagai apa jabatannya, Jabatannya sebagai Pj Kasat Tahti,” tegasnya.

Pelaku selaku anggota Polri yang seharusnya melindungi dan mengayomi publik, tapi justru melanggar hukum dengan melakukan tindak kejahatan.
Kasus ini menjadi pusat perhatian, baik di kalangan masyarakat maupun kalangan hukum, karena menyangkut kekerasan terhadap perempuan di institusi kepolisian yang seharusnya memberikan perlindungan. Dr. (C) Mustofa Ali Fahmi, S.E., S.H., M.M., M.H., kuasa hukum tersangka mucikari dalam kasus ini, mengungkapkan keprihatinannya terkait kondisi psikis PW pasca-peristiwa tersebut. PW dilaporkan mengalami depresi berat dan merasa sangat takut untuk tetap berada di tahanan.
“PW sangat tertekan dan minta untuk segera dikeluarkan dari tahanan. Kami berharap ada perhatian dari Pemerintah Kabupaten Pacitan untuk memberikan rehabilitasi psikis yang layak bagi PW,” kata Fahmi saat diwawancarai wartawan pada Sabtu, 19 April 2025.
Fahmi juga mengimbau agar kejadian ini menjadi momentum untuk meningkatkan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Pacitan. Ia menilai, meskipun PW bukan warga asli Pacitan, pemerintah setempat harus menunjukkan empati dan kepedulian dengan mengirimkan psikiater untuk mendampingi kondisi korban.

Berty Stefanus H.R.W., anggota tim kuasa hukum PW, menegaskan agar kasus ini diproses secara transparan, dan korban mendapatkan keadilan yang sepatutnya. “PW merasa takut berada di dalam tahanan dan sangat menginginkan untuk segera dibebaskan,” ujarnya.
Kapolres Pacitan yang baru, AKBP Ayub Diponegoro Azhar, dihadapkan pada tantangan besar untuk menangani kasus ini. Meski baru menjabat, ia telah meluncurkan inovasi pelayanan publik bernama “Wadul” yang memungkinkan masyarakat mengadukan keluhan secara langsung kepadanya. Namun, menurut kuasa hukum PW, kasus ini seharusnya tidak memerlukan wadul karena terjadi langsung di dalam Polres Pacitan.
“Penyelidikan harus dilakukan dengan serius dan transparan. Kami berharap agar korban segera mendapatkan keadilan dan perbaikan dalam kondisi kejiwaannya,” tegas Berty.
Kasus ini menggugah kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak, terutama di lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi tempat aman. Masyarakat Pacitan berharap agar kasus ini tidak hanya diusut secara adil, tetapi juga menjadi titik balik untuk meningkatkan perlindungan terhadap perempuan dan anak di daerah tersebut.
Demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum, jika terbukti bersalah oknum polisi tersebut terancam sanksi berat berupa demosi hingga pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari institusi kepolisian.
Proses penyelidikan lebih lanjut masih berlangsung, dan masyarakat berharap agar keadilan segera ditegakkan untuk PW, serta untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.***
Penulis : Jefri Asmoro Diyatno