Mukomuko.FaktaNews24.Com- Senin, (29 Desember 2025).– Kami menghargai peran krusial yang dimainkan oleh media massa dan masyarakat luas dalam mengawasi
jalannya pembangunan di seluruh negeri. Namun, dalam beberapa pemberitaan terkait program pembangunan koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, terkesan adanya fokus pada satu aspek tertentu tanpa disertai konteks penuh mengenai aturan, dasar hukum, dan dinamika pelaksanaan program nasional ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelurusan informasi demi menjaga keadilan dan keakuratan dalam penyampaian berita kepada publik.
1. PROGRAM BERLANDASKAN INSTRUKSI PRESIDEN, BAGIAN DARI RENCANA KERJA NASIONAL
Pembangunan koperasi Merah Putih bukanlah kegiatan yang dilakukan secara sembarangan atau tanpa dasar hukum. Sebaliknya, program ini diatur dengan jelas dan terstruktur melalui Instruksi Presiden (Inpres) yang ditetapkan oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto.
Pertama-tama, terdapat Inpres Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Inpres ini memberikan landasan strategis yang kuat untuk mempercepat pembentukan koperasi di setiap pelosok desa dan kelurahan di seluruh Indonesia. Selanjutnya, untuk menunjang pelaksanaan secara lebih terarah, Kementerian Sekretariat Negara juga telah menerbitkan Inpres Nomor 17 Tahun 2025 yang memberikan arahan khusus mengenai percepatan pembangunan fisik, seperti gerai, pergudangan, dan perlengkapan koperasi. Hal ini menunjukkan bahwa program ini bukanlah inisiatif mandiri semata, melainkan bagian integral dari rencana kerja nasional yang dirancang untuk mendukung program Cipta Desa.
2. ASPEK PERIZINAN DAN PELAKSANAAN LAPANGAN: PENYESUAIAN DENGAN KONTEKS PROGRAM NASIONAL.
Beberapa pernyataan dalam pemberitaan yang menyebutkan tentang tidak adanya plang proyek, ketiadaan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), atau penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang kurang memadai perlu ditanggapi dengan sudut pandang yang realistis dan mempertimbangkan konteks program nasional yang berskala besar dan padat karya desa.
Mengenai plang proyek dan transparansi informasi: Memang benar bahwa secara ideal, plang proyek harus dipasang sesuai dengan standar umum yang berlaku untuk setiap proyek. Namun, dalam konteks program nasional padat karya desa seperti ini, pelaksanaan seringkali dilakukan secara bertahap, dan tahap awal persiapan fisik terkadang membutuhkan penyesuaian. Meskipun demikian, transparansi data anggaran dan sumber pendana program akan dipublikasikan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang berlaku bagi semua badan publik.
Mengenai Persetujuan Bangunan Gedung (PBG): Tidak dapat disangkal bahwa setiap bangunan gedung seharusnya memiliki PBG sebelum pembangunan fisik dimulai. Perlu dicatat bahwa pihak daerah, khususnya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), memang bertanggung jawab untuk memproses PBG tersebut. Dalam program pembangunan yang berskala besar dan mendesak seperti ini, proses administratif untuk mendapatkan PBG dapat berjalan paralel dengan pekerjaan awal yang dilakukan sesuai dengan ketentuan teknis yang telah ditetapkan, tanpa mengorbankan keamanan dan kualitas pembangunan.
Mengenai Alat Pelindung Diri (APD): Aspek keselamatan kerja adalah hal yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Namun, dalam konteks padat karya desa yang melibatkan masyarakat lokal, standardisasi pelaksanaan seringkali menyesuaikan keadaan dan kondisi lapangan, sambil tetap disupervisi secara ketat oleh instansi terkait seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan pemerintah daerah. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir risiko kecelakaan secara real-time dan sesuai dengan standar keselamatan kerja nasional.
3. TUJUAN STRATEGIS: MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT DAN MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN EKONOMI DESA
Pemberitaan yang hanya fokus pada kekurangan teknis tanpa melihat tujuan strategis besar program ini cenderung menimbulkan kesalahpahaman di kalangan publik. Padahal, program koperasi Merah Putih ditujukan untuk menjadi pusat ekonomi desa yang berperan penting dalam memperkuat inklusi keuangan, meningkatkan ketahanan pangan, dan memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di daerah.
Dalam pelaksanaan di Kabupaten Mukomuko, penyiapan lahan untuk pembangunan koperasi telah dipastikan “clear and clean” dari segi legalitas hak tanah, sehingga tidak ada masalah yang akan muncul di kemudian hari. Selain itu, TNI dan pihak insan pers juga bekerja sama dengan sinergi untuk memastikan bahwa pelaksanaan program berjalan dengan transparan, efektif, dan dapat diawasi secara publik. Semua hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa program ini bukanlah proyek “tanpa aturan”, melainkan program strategis yang terpadu dan dikawal bersama oleh berbagai pihak.
4. KESIMPULAN: KEKURANGAN TEKNIS SEBAGAI MASUKAN, BUKAN ALASAN UNTUK MEREMEHKAN TUJUAN BESAR.
Jika dilihat secara menyeluruh, memang terdapat beberapa catatan teknis di lapangan, seperti masalah plang proyek, PBG, dan APD. Namun, hal ini seharusnya tidak dipolitisasi dan dianggap sebagai pelanggaran hukum yang besar tanpa mempertimbangkan konteks program nasional yang sedang berjalan secara bertahap dan terkendali.
Program koperasi Merah Putih adalah program yang sangat besar, yang akan dibangun di ribuan titik di seluruh Indonesia. Proses pelaksanaannya melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah desa, TNI, pemerintah daerah, hingga masyarakat lokal. Oleh karena itu, program ini bukanlah proyek biasa yang dapat dinilai hanya dari satu foto atau satu sudut pandang saja.
Jika memang terdapat kekurangan teknis di lapangan, hal itu lebih baik dijadikan sebagai masukan konstruktif untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan program di masa depan, bukan dijadikan alasan untuk meremehkan tujuan besar program ini: memperkuat ekonomi rakyat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa sesuai dengan visi Bapak Presiden Prabowo untuk membangun Indonesia yang maju dari desa.












