Faktanews24.com – Pacitan, Polemik penghentian aktivitas penangkapan dan perdagangan benur (benih lobster) akibat regulasi yang belum jelas kembali memicu kegelisahan para nelayan di wilayah selatan Jawa.
Saptono, salah satu warga Pacitan yang mewakili suara nelayan benur, mengungkapkan bahwa kondisi para pencari benur kini berada pada titik paling memprihatinkan sejak larangan itu diberlakukan.
Menurutnya, ribuan nelayan yang selama ini menggantungkan hidup pada pekerjaan mencari benur kini terancam kelaparan karena tak lagi memiliki sumber penghasilan.
“Dengan dinamika benur secara nasional, ini benar-benar membuat nelayan benur prihatin. Pertama, nelayan benur benar-benar saat ini sudah dalam kondisi kelaparan. Mereka sudah tidak bisa mendapatkan penghasilan untuk makan,” ujar Saptono saat diwawancarai wartawan pada Kamis, 27 November 2025.
Ia menilai pemerintah seharusnya hadir dan memberikan solusi konkret, terlebih setelah terbitnya Peraturan Menteri KKP Nomor 7 tahun 2024 yang sempat menjadi dasar operasional nelayan benih lobster.
“Maka pemerintah harusnya turun tangan. Kalau memang Peraturan Menteri KKP No. 7 tahun 2024 itu berjalan, harusnya tetap dijalankan. Kalau KKP mengarahkan kepada budidaya benur di dalam negeri, seharusnya tidak membunuh para nelayan,” tegasnya.
Saptono juga menuding kebijakan yang diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) justru berdampak fatal bagi masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari laut.
“Jangan sampai beralasan akan melakukan budidaya di dalam negeri, tapi KKP justru melakukan pembunuhan terhadap rakyat Indonesia yang bergerak di bidang nelayan. Ini adalah sangat dzalim,” ujarnya.
Saptono berharap Presiden RI, Prabowo Subianto segera mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang memberikan kepastian hukum bagi nelayan benur, agar mereka bisa kembali beraktivitas tanpa rasa was was.
“Kalau memang harus segera dikeluarkan Perpres sebagai dasar agar nelayan bisa makan, saya berharap Presiden Prabowo tidak menunda-nunda. Supaya apa? Agar tidak terjadi kematian kepada nelayan benur. Kasihan mereka,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa selama ini para nelayan di kawasan pesisir selatan mulai Pacitan, Gunungkidul, Trenggalek, hingga Malang sudah sangat bergantung pada profesi pencari benur. Larangan yang berlangsung terlalu lama kini menjadikan mereka kembali jatuh dalam jurang kemiskinan.
“Masyarakat nelayan benur dulunya sejahtera, tetapi sekarang kelaparan karena sudah terlalu lama diberhentikan akibat belum munculnya aturan baru. Harapan saya, Presiden jangan membiarkan nelayan benur mati. Maka Presiden harus mengeluarkan Perpres, kalau tidak ya gunakan peraturan yang sudah ada,” tambahnya.
Tak hanya pemerintah pusat, Saptono juga mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan dan dinas terkait untuk ikut memberi solusi, termasuk opsi pembelian hasil tangkapan benur dari masyarakat.
“Desakan saya, silahkan untuk Dinas terkait atau Pemerintah Daerah Pacitan itu membeli hasil tangkapan benur. Kalau tidak mau membeli hasil tangkapan benur, ya dibubarkan saja Pemerintah Daerah maupun KKP itu,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, para nelayan masih menunggu kejelasan regulasi baru yang dapat mengembalikan aktivitas pencarian benur sebagai sumber nafkah utama mereka.***
Penulis : Jefri Asmoro Diyatno












