Faktanews24.com – Indramayu – Kasus dugaan praktik pemalakan antar siswa di lingkungan SMPN 1 Gabuswetan, Kabupaten Indramayu, yang sempat menjadi perhatian publik, dipastikan telah ditangani secara serius dan menyeluruh oleh pihak sekolah dengan melibatkan orang tua serta aparat kepolisian.
Pihak sekolah menegaskan bahwa penanganan kasus tersebut tidak dilakukan secara sepihak maupun sebatas pembinaan informal. Langkah yang diambil mengedepankan mekanisme pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter, penanaman tanggung jawab, serta pengawasan berkelanjutan terhadap peserta didik.
Kepala SMPN 1 Gabuswetan, Rohsidin, menjelaskan bahwa setelah menerima laporan dari wali murid, pihak sekolah segera melakukan klarifikasi internal. Sekolah kemudian memanggil siswa yang diduga terlibat serta menghadirkan orang tua masing-masing untuk menyelesaikan persoalan secara terbuka dan bertanggung jawab.
“Sekolah langsung melakukan klarifikasi, memanggil orang tua, dan memberikan pembinaan. Anak yang bersangkutan juga telah membuat serta menandatangani surat pernyataan bermaterai untuk tidak mengulangi perbuatannya,” ujar Rohsidin saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (25/12/2025).

Lebih lanjut, Rohsidin menyampaikan bahwa sekolah juga telah melakukan penegasan kepada orang tua siswa. Dalam hal ini, pembinaan anak dikembalikan kepada keluarga dengan masa evaluasi selama empat pekan, disertai pengawasan dari pihak sekolah.

Selain penanganan internal, pihak sekolah juga telah berkoordinasi secara resmi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu sebagai bentuk pelaporan dan penguatan langkah pembinaan. Koordinasi juga dilakukan dengan unsur aparat, termasuk tim siber kepolisian serta Muspika Kecamatan Gabuswetan, guna memastikan persoalan ditangani secara komprehensif dan tidak berkembang menjadi informasi yang keliru di ruang publik.
Menurut Rohsidin, langkah koordinatif lintas pihak tersebut merupakan bagian dari komitmen sekolah untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, kondusif, serta menjunjung tinggi prinsip pembinaan dan perlindungan anak.
Terkait adanya pandangan publik yang mendorong pemberian sanksi lebih tegas, seperti skorsing, pihak sekolah memaknai hal tersebut sebagai bentuk kepedulian terhadap dunia pendidikan. Namun demikian, setiap kebijakan disipliner tetap harus mempertimbangkan aspek psikologis, usia, dan masa depan anak, serta tujuan utama pendidikan itu sendiri.
“Prinsip kami adalah mendidik dan membina, bukan semata-mata menghukum,” tegasnya.
Dengan penyelesaian yang melibatkan sekolah, orang tua, dan aparat kepolisian, kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran bersama bahwa pencegahan perundungan dan pemalakan di lingkungan pendidikan membutuhkan sinergi semua pihak serta pembinaan yang berkelanjutan.












