KPU sengaja gembosi Kotak Koosng
Pernyataan bahwa Eri Cahyadi menang atas dirinya sendiri mencerminkan kondisi di mana pemilihan kepala daerah hanya diikuti oleh satu pasangan calon (paslon), sehingga lawannya adalah kotak kosong. Dalam situasi ini, memang menjadi paradoks, karena kompetisinya bukan antar-paslon, melainkan antara paslon dengan pilihan untuk menolak mereka (kotak kosong).
Apa yang terjadi jika hanya ada satu calon?
Sesuai peraturan, jika dalam pemilihan hanya ada satu paslon, maka pemilu tetap dilanjutkan dengan menghadirkan opsi “kotak kosong” sebagai alternatif. Apabila suara “kotak kosong” lebih banyak, maka calon tersebut dianggap kalah, dan proses pemilu harus diulang dengan calon baru.
Minimnya Kompetisi Sehat Dengan hanya satu calon, pemilu kehilangan esensi persaingan yang sehat, dan masyarakat tidak memiliki banyak pilihan.
Ketidakadilan bagi Kotak kosong yang tidak diakui sebagai entitas peserta, tetapi secara fungsional dianggap sebagai kompetitor. Ini menimbulkan ketimpangan, karena paslon tunggal mendapatkan hak-hak kampanye, sementara pendukung kotak kosong sering kali dibatasi atau diawasi lebih ketat.
Ungkapan ini, “menang atas dirinya sendiri,” menyoroti absurditas demokrasi ketika pilihan masyarakat menjadi sangat terbatas. Meskipun secara formal sah, kondisi ini mencerminkan tantangan demokrasi substantif yang membutuhkan perhatian yang serius.