Berita Nasional

Terungkap! Aqua Diduga Gunakan Air Sumur Bukan Air Pegunungan, Publik Tertipu Iklan Puluhan Tahun? BPKN Siap Panggil Dirut dan Bongkar Fakta Mengejutkan!

19
×

Terungkap! Aqua Diduga Gunakan Air Sumur Bukan Air Pegunungan, Publik Tertipu Iklan Puluhan Tahun? BPKN Siap Panggil Dirut dan Bongkar Fakta Mengejutkan!

Sebarkan artikel ini
Img 20251024 Wa00891

Faktanews24.com – Nasional, Fakta yang mengejutkan publik tanah air mulai terkuak. Dugaan bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) merek Aqua, yang selama puluhan tahun dikenal dengan slogan “Air Pegunungan yang Murni dan Alami”, ternyata tidak sepenuhnya berasal dari mata air pegunungan, menciptakan gelombang besar kontroversi di jagat maya.

Isu ini kian panas setelah Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) menyatakan siap memanggil langsung manajemen dan Direktur Utama PT Tirta Investama, produsen Aqua, untuk dimintai klarifikasi resmi terkait sumber air yang digunakan dalam produksi.

Apakah selama ini konsumen Indonesia tertipu oleh citra iklan?

Apakah Aqua benar-benar mengambil air dari pegunungan seperti yang mereka klaim, atau hanya dari sumur bor biasa?

Pertanyaan-pertanyaan itu kini menggema di tengah masyarakat.

Kecurigaan publik bermula dari laporan hasil inspeksi di salah satu pabrik Aqua yang diduga menggunakan air tanah dari sumur bor dalam proses produksinya.

Padahal selama ini, Aqua dikenal karena citra kuatnya: air jernih, alami, dan berasal dari mata air pegunungan yang jauh dari polusi.

Namun fakta lapangan justru menunjukkan indikasi berbeda.

Dalam laporan yang beredar, sejumlah foto dan video memperlihatkan instalasi pompa air tanah yang diduga kuat menjadi sumber utama air baku di salah satu pabrik mereka.

Jika benar demikian, maka klaim “air pegunungan murni” yang menjadi ikon merek Aqua selama lebih dari tiga dekade patut dipertanyakan kejujurannya.

“Kami akan memanggil pihak manajemen dan Direktur PT Tirta Investama untuk meminta klarifikasi resmi terkait sumber air yang digunakan dalam produksi Aqua. BPKN juga akan mengirim tim investigasi langsung ke lokasi pabrik guna memverifikasi kebenaran informasi tersebut,” ujar Ketua BPKN RI, Mufti Mubarok, dalam keterangannya di Jakarta pada Kamis, 23 Oktober 2025.

Mufti menegaskan bahwa BPKN telah menerima berbagai laporan masyarakat, pemberitaan media, dan pengaduan konsumen mengenai kejanggalan sumber air Aqua.

Menurutnya, hak atas informasi yang jujur, benar, dan tidak menyesatkan adalah bagian fundamental dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Jika klaim di iklan berbeda dengan fakta di lapangan, maka itu pelanggaran serius terhadap prinsip kejujuran dalam beriklan. Konsumen berhak mengetahui asal bahan baku produk yang mereka konsumsi,” tegas Mufti.

Pernyataan ini langsung mengguncang lini masa.

Tagar #AirSumurAqua dan #AquaBukanAirPegunungan bahkan sempat trending di platform X (Twitter), TikTok, Facebook dan Instagram dengan ribuan komentar yang menuding adanya penipuan publik berskala nasional.

Sejak pertama kali diperkenalkan ke publik pada era 1970-an, Aqua telah berhasil menanamkan citra kuat sebagai air alami dari sumber pegunungan.

Dalam iklan-iklan televisi, terlihat pemandangan hijau, kabut pegunungan, dan tetesan air murni yang turun dari mata air di alam liar.

Namun kini publik bertanya:

Apakah semua itu hanya ilusi pemasaran?

Benarkah air yang kita minum setiap hari hanyalah air tanah biasa yang difilter dan dikemas dengan label premium?

Apakah selama ini konsumen membeli citra pegunungan, bukan air pegunungan?

Fakta ini berpotensi menjadi skandal industri air kemasan terbesar di Indonesia, mengingat Aqua menguasai pangsa pasar hingga 70% lebih dari total AMDK nasional.

BPKN menyatakan telah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk melakukan audit izin sumber air, uji kualitas, dan verifikasi lokasi sumur produksi.

“Langkah ini bukan untuk menjatuhkan reputasi perusahaan manapun, melainkan untuk menjaga kepercayaan publik,” kata Mufti.

“Namun, jika ditemukan unsur pelanggaran, maka konsekuensinya jelas: tindakan hukum dan sanksi administratif akan diberlakukan.”

Publik pun mulai menuntut transparansi:

Di mana sebenarnya lokasi sumber air Aqua diambil?

Apakah perusahaan telah mencantumkan asal sumber air secara jujur di label kemasannya?

Para analis komunikasi publik menilai kasus ini bisa menjadi krisis reputasi terbesar yang pernah dihadapi merek Aqua.

Citra yang selama puluhan tahun dibangun dengan nilai kepercayaan, kesegaran, dan kemurnian kini menghadapi ujian paling berat.

Jika terbukti menggunakan air tanah biasa, maka publikasi “air pegunungan” bukan hanya bentuk pelanggaran etika, tetapi juga penyesatan iklan secara sistematis.

Sementara itu, sejumlah aktivis lingkungan menyoroti kemungkinan eksploitasi air tanah besar-besaran yang dapat mengancam ketersediaan air bagi masyarakat sekitar.

“Bayangkan jika pabrik besar menyedot air sumur dalam jumlah masif setiap hari. Itu bisa mengeringkan sumber air warga sekitar,” ujar salah satu aktivis yang tak mau disebutkan namanya.

Kasus ini membuka pertanyaan lebih luas tentang industri air minum kemasan di Indonesia.

Apakah hanya Aqua yang perlu diaudit?

Ataukah praktik serupa juga terjadi di merek-merek lain yang mengklaim airnya berasal dari pegunungan?

Apakah pemerintah telah cukup ketat mengawasi izin sumber air dan labelisasi produk air minum kemasan?

Dan yang paling penting berapa lama publik sudah “dibentuk” untuk percaya pada mitos air pegunungan yang mungkin tak pernah ada?

Sebagai tindak lanjut, BPKN RI mengimbau masyarakat agar lebih teliti membaca label kemasan air minum sebelum membeli.

“Perhatikan dengan seksama keterangan sumber air pada label. Jika tidak jelas atau berbeda dengan klaim iklan, itu perlu dipertanyakan,” tegas Mufti.

BPKN juga membuka kanal resmi pengaduan publik melalui situs www.bpkn.go.id, agar konsumen dapat melaporkan produk yang diduga menyesatkan.

Apakah benar Aqua selama ini hanya menggunakan air tanah dari sumur bor?

Apakah perusahaan sebesar itu rela mempertaruhkan reputasi demi menekan biaya produksi?

Ataukah ini hanyalah isu liar yang akan terbantahkan oleh bukti ilmiah?

Satu hal pasti publik kini menuntut transparansi total, bukan sekadar slogan.

Karena bagi konsumen, kejujuran adalah sumber air kepercayaan yang sesungguhnya.***

Penulis : Jefri Asmoro Diyatno