Berita Nasional

Ribuan Warga Padati Acara Festival Air Resik Kali di Sukoharjo Pacitan 2025, Presiden RI ke-6 SBY Turut Hadir Saksikan Pertunjukan di Tengah Sungai

17
×

Ribuan Warga Padati Acara Festival Air Resik Kali di Sukoharjo Pacitan 2025, Presiden RI ke-6 SBY Turut Hadir Saksikan Pertunjukan di Tengah Sungai

Sebarkan artikel ini

Faktanews24.com – Pacitan, Ribuan warga memadati Desa Sukoharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, pada Rabu, 24 September 2025, untuk menyaksikan Festival Air Pacitan 2025. Event yang kembali digelar ini menawarkan pengalaman baru bagi penonton. Mereka tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga merasakan degup adrenalin secara langsung.

“Kami juga ucapkan selamat datang untuk para pengunjung baik dari Kabupaten Pacitan maupun dari luar. Mudah-mudahan diberikan kelancaran untuk acara pada siang hari ini. Mari kita jadikan momentum resik kali ini sebagai upaya menjalin silaturahmi untuk desa Sukoharjo. Kami juga sampaikan kepada seluruh pihak yang sudah berkenan hadir untuk menyaksikan acara ini,” kata Solichin, Kepala Desa Sukoharjo, dalam sambutannya.

Festival yang mengangkat tema ritual resik kali ini merupakan helatan yang ketiga kalinya diselenggarakan di Kali Bendung Sidoluhur, Desa Sukoharjo, Pacitan. Sungai, dalam kehidupan masyarakat desa, bukan hanya aliran air yang menyuburkan tanah dan menghidupi pertanian. Ia adalah nadi alam, cermin kebudayaan, sekaligus simbol keberlangsungan hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Di Sukoharjo, sungai dipahami sebagai ruang hidup sakral yang harus dijaga dan dirawat. Apa yang tampak sebagai kerja bakti membersihkan sungai dalam ritual resik kali sejatinya merupakan praktik ekologis kolektif, menegaskan sungai sebagai sumber kehidupan sekaligus ekosistem yang mesti dijaga demi keberlanjutan anak cucu.

Ritual resik kali menjadi satu rangkaian kehidupan kultural masyarakat Sukoharjo, meliputi tetek melek, suwukan pari, dan entas-entas. Tradisi agraris ini sarat simbol dan makna, mengikat siklus pertanian dengan doa kesejahteraan, serta menghubungkan manusia dengan leluhur dalam jalinan penghormatan yang lestari.

Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji, menekankan makna ekologis dan budaya dari festival ini.

“Kegiatan yang diinisiasi bersama komunitas Song Meri ini bukan sekadar jejak budaya, tetapi juga strategi ekologis, yang di dalamnya terbuka ruang refleksi bahwa nilai-nilai kearifan lokal: menjaga lingkungan, merawat kehidupan sosial, sekaligus meneguhkan keberlanjutan peradaban desa,” ujar Mas Aji, sapaan Bupati Pacitan.

Festival tahun ini menampilkan tiga bentuk kegiatan utama:

1. Kirab Gethek
Arak-arakan perahu kecil dari bambu (gethek) dimulai dari Balai Desa Sukoharjo menuju pinggiran sungai. Peserta berasal dari empat dusun: Ngrejoso, Jarum, Prambon, dan Nitikan, masing-masing membawa gethek. Kirab diawali atraksi drumband anak-anak desa dan hadrah dari kelompok pelajar.

2. Pertunjukan di Darat (Tepi Sungai)
Pertunjukan diadakan di pinggir sungai, dengan area pentas di sisi kiri dan kanan. Peserta penampil terdiri dari ibu-ibu gamelan kaca, siswa PAUD, pelajar Sekolah Alam Pacitan, guru-guru komunitas HIMPAUDI Kecamatan Kebonagung, Gejog Lesung Kriyan Pacitan, Gipya n Friend’s, dan Hadrah Senandung Kolbu. Sebelum pertunjukan dimulai, digelar ritual memetri doa bersama, tumpengan, dan pelepasan gethek ke sungai sebagai simbol dimulainya aktivitas resik kali.

3. Pertunjukan di Sungai
Pertunjukan sungai menampilkan tiga penari: Ayu Kusuma Wardhani (Solo), Rani Iswinedar (Pacitan), dan Yuliana Mar (Mexico). Mereka didukung oleh composer Joko Porong (Surabaya), Komunitas Mantra Gula Klapa (Hanom Satrio-Solo), Johan Adiyatma (Pacitan), Indrata Nur Bayuaji (Pacitan), Andi Alfian Mallarangeng (Jakarta), Pranoto Ahmad Raji, Kus Hervica, Misbahuddin, Song Meri (Pacitan), dan Jarot BD (Sutradara-Solo).

Menurut Mas Aji, festival ini juga membalik peran penonton. Pada event sebelumnya, penonton berada di darat atau jembatan, sementara arak-arakan gethek berada di sungai. Tahun ini, penonton berada di atas gethek, menyaksikan pertunjukan di sekeliling sungai. Dalam posisi ini, penonton merasakan langsung dinamika air, arus sungai, serta sedikit cemas dan gembira, sehingga keterlibatan fisik dan psikologis lebih terasa.

“Juga, dalam kondisi ini, penonton yang ada di atas gethek menjadi subyek yang ditonton oleh penonton lain di daratan. Penonton tidak lagi pasif, melainkan ikut larut dalam peristiwa pertunjukan,” imbuhnya.

Selain itu, pada event ini, Bupati Pacitan bersama Andi Alfian Mallarangeng membacakan puisi karya Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, berjudul ‘Hari Lalu Anak Pacitan’, yang menyiratkan metafora tentang anak sebagai idiom tradisi, masa lalu, dan generasi penerus masa depan.

“Jadi Puisi Pak SBY ini sudah berkali-kali saya bawakan, karena ini pentas kolaborasi, jadi ‘ngematch’ dengan konsep yang lainnya. Pesan-pesan yang kita sampaikan memang butuh proses,” kata Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji, saat diwawancarai.

Lebih lanjut Bupati Pacitan menambahkan bahwa beberapa tahun ini kegiatan ini sudah pernah diadakan berkali-kali namun di tahun ini dibuat yang berbeda serta dihadiri langsung Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.

“Kebetulan acara resik kali beberapa tahun terakhir sudah kita adakan berkali-kali. Teman-teman di Sukoharjo ingin ada sesuatu yang berbeda. Kita pengen ada pentas di tengah sungai. Melihat waktunya pas Pak SBY juga berada di Pacitan, saya meminta izin untuk membawakan puisinya. Alhamdulillah, beliau menyempatkan hadir pada acara yang sangat luar biasa ini,” Jelasnya.

Sementara itu, Solichin menambahkan, kebanggan nya serta rasa syukur dengan kehadiran presiden RI ke-6 yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menambah semangat dan motivasi masyarakat.

“Sungguh luar biasa. Festival ini bermula dari kerja sama seluruh warga Sukoharjo, dimulai dari lingkungan sungai yang kemudian dikemas menjadi pertunjukan festival gethek, dilanjutkan oleh berbagai komunitas budaya. Kehadiran Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono menambah motivasi kami untuk bekerja lebih baik lagi. Kegiatan seperti ini akan terus ditingkatkan sebagai upaya pelestarian lingkungan dan pemberdayaan Desa Sukoharjo,” Pungkasnya.

Festival Resik Kali 2025 berhasil memadukan praktik ekologis, simbolisme budaya, dan kesadaran masyarakat dalam menjaga harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas, menjadikannya salah satu event budaya sekaligus ekologis yang layak menjadi inspirasi nasional.***

Penulis : Jefri Asmoro Diyatno

Views: 0